Al-Imam Ibnul Jazariy dan Tawassul

Sebelum Saya mengenal Sunnah, Saya mengira bahwa berdoa dengan bertawassul dengan para Nabi dan orang-orang Shalih yang telah meninggal merupakan perbuatan bid’ah yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kemusyrikan.

Namun, setelah Saya mengenal Sunnah, Saya akhirnya memahami bahwa persoalan tawassul dengan para Nabi dan orang-orang shalih yang telah meninggal bukanlah termasuk perkara aqidah, melainkan persoalan furu’iyyah dalam fiqih.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam Kitab “Fatawi wa Masaa’il”. Pernyataan ini ternyata sama dengan apa yang disampaikan oleh Syaikh Hasan Al-Banna dalam salah satu poin di “Ushul Isyrin”-nya. Yakni pada poin ke-15 beliau mengatakan:

والدعاء إذا قرن بالتوسل إلى الله بأحد من خلقه خلاف فرعي في كيفية الدعاء، وليس من مسائل العقيدة

“Dan berdoa kepada Allaah disertai tawassul (perantara) dengan salah satu makhluk-Nya adalah termasuk perbedaan pendapat dalam masalah furu’ tentang tata cara berdoa, dan bukan termasuk masalah aqidah.”

Tawassul dengan para Nabi setelah mereka meninggal diperbolehkan oleh kebanyakan para Ulama, baik dari kalangan Syafi’iyyah, Malikiyah, sebagian Hanafiyah, dan Hanabilah. Bahkan telah masyhur bahwa Al-Imam Ahmad bin Hanbal memfatwakan kebolehannya sebagaimana telah banyak dikutip oleh para Ulama setelahnya seperti Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan Syaikh Nashiruddin Al-Albani.

Tawassul dengan Nabi merupakan perkara yang telah masyhur di masa Salaf. Al-Imam Syamsuddin Abul Khair Muhammad Ibnul Jazariy dalam “Az-Zahrul Fa’ih” menukil sebuah syair yang diucapkan oleh ‘Atha As-Sulami radhiyallaahu ‘anhu yang mengandung doa dengan tawassul dengan perkataannya “bihaqqi Muhammadin ustur ‘uyuubi” (dengan haknya Nabi Muhammad, tutuplah keburukanku) :

ينادي ربه والليل داج ** لك العقبى أقلني من ذنوبي 

وحقك لا أعود لكسب ذنب ** بحق محمد استر عيوبي

Begitu pula tawassul dengan orang-orang shalih (bukan Nabi) setelah mereka meninggal. Maka, para Ulama telah mengamalkannya. Sebagaimana dikutip oleh Al-Khathib Al-Baghdadi dalam “Taarikh Baghdad” bahwasanya Al-Imam Asy-Syafi’i mengunjungi makam Abu Hanifah dan bertawassul dengannya.

Adapun Al-Imam Ibnul Jazariy, maka beliau sering mengunjungi makam Al-Imam Asy-Syafi’i radhiyallaahu ‘anhu, dan mengatakan doa di sana mustajaab. Sebagaimana yang beliau sampaikan dalam “Ghayatun Nihayah fi Thabaqaat Al-Qurra”. Beliau mengatakan:

وقبره بقرافة مصر مشهور والدعاء عنده مستجاب ولما زرته قلت:

زرت الإمام الشافعي ** لأن ذلك نافعي 

لأنال منه شفاعة ** أكرم به من شافع

Di kitab yang sama beliau berkata tentang Al-Imam Abdullaah Ibnul Mubaarak, bahwa beliau bertabarruk di sana:

وقبره بهيت معروف يزار زرته وتبركت به

Dan saat menceritakan Imam Al-Qira’aat Asy-Syaathibiy, beliau mengatakan bahwa sering sekali menerima bacaan Matan Syathibi di sana, dan beliau melihay keberkahan doa di sana:

وقبره مشهور معروف يقصد للزيارة، وقد زرته مرات، وعرض علي بعض أصحابي الشاطبية عند قبره، ورأيت بركة الدعاء عند قبره بالإجابة رحمه الله ورضي عنه

Saat di Naisabur, beliau juga mengunjungi makam Al-Imam Muslim radhiyallaahu ‘anhu untuk membacakan sebagian Shahih-nya dan bertabarruk dengannya, sebagaimana dikutip oleh Al-‘Allaamah Al-Malaa ‘Ali Al-Qari dalam “Syarhul Misykah”. Al-Imam Ibnul Jazariy berkata:

إني زرت قبره بنيسابور، وقرأت بعض صحيحه على سبيل التيمن والتبرك عند قبره، ورأيت آثار البركة ورجاء الإجابة في تربته

Inilah Al-Imam Syamsuddin Abul Khair, Hujjatul Qurra, Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn Yuusuf Al-Ma’ruf bibnil Jazariy radhiyallaahu ‘anhu.

Wallaahu a’lam.

➖➖➖➖➖➖➖

Kemudian ada sebagian orang yang bertanya-tanya, bagaimana mungkin para Ulama memperbolehkan tawassul dan tabarruk dengan orang yang telah meninggal. Mana dalilnya?

Sesungguhnya para Ulama jauh lebih memahami dalil daripada kita. Namun, di sini kami ingin menunjukkan sebagian dalil yang menjadi pegangan mereka. Di antaranya adalah QS. An-Nisaa ayat 64. Bisa dilihat dalam tafsir Ibnu Katsir mengenai ayat tersebut, dimana beliau juga menyetujui tawassul dengan orang yang telah meninggal dan berhujjah dengan riwayat ‘Utbi. Kehujahan kisan ini dapat dilihat di :

➖https://sunnahku.wordpress.com/2013/02/23/kisah-al-utbi-tentang-tawassul/

Juga riwayat dari Malik Ad-Daar yang pembahasannya bisa disimak di sini:

➖https://secondprince.wordpress.com/2009/03/29/analisis-hadis-tawassul-malik-ad-daar/

➖➖➖➖➖➖➖

-Laili Al-Fadhli-

Leave a comment